Introvert Juga Bisa Bosen 2 Bulan Dirumah Aja



Merayakan 2 bulan dirumah aja, I decided to write this page.

Jadi setelah pemerintah kota Solo menetapkan status KLB, I and my family decided to not go to anywhere. Terakhir keluar rumah tanggal 15 Maret 2020 buat ke gereja, and then after the Sunday service we straightly went back home, padahal biasanya pasti sarapan di luar dulu. Inget banget waktu itu jalanan emang udah berasa sepi, tapi saya lewat pasar dan pasarnya masih rame seperti biasa. Jujur waktu itu berasa kayak lebay, karena semua orang bahkan yang aku kenal masih beraktivitas seperti biasa. Apalagi kalau lihat story temen-temen yang berada di kota lain mereka juga masih beraktivitas biasa, karena memang kota Solo kota pertama yang menetapkan status KLB bahkan sebelum Jakarta.

Sejak tanggal 15 Maret, saya ga pernah melangkahkan kaki keluar pagar, even ke kampung sebelah pun enggak. Bosen nggak? Jelas, bosen :)

Memutuskan untuk langsung patuh karantina dirumah aja, sebagai seorang introvert garis keras saya berpikir bahwa ini bukan hal yang sulit, karena toh pada dasarnya saya ga suka keramaian, rumah adalah tempat me-refresh diri ternyaman yang pernah ada. Minggu pertama, kedua dijalani dengan mulus, karena juga biasanya saya betah banget seminggu di rumah doang selama ada yang namanya WIFI. Setelah mulai menjalani minggu ketiga, jiwa memberontak mulai datang. Tidak cuma jenuh, bahkan rasanya emosi mulu dan ingin memberontak dengan keadaan ini. Begitulah manusia, ketika ada larangan pasti ada rasa berontak. Semakin dilarang, pasti semakin ingin.

Ada orang-orang yang memang harus keluar untuk bekerja, tapi ada orang yang keluar karena memilih untuk keluar padahal sebenarnya bisa dirumah saja. Saya bisa keluar tapi saya memilih untuk mendisiplin diri saya sebagai training bagi kehidupan saya sendiri. Bahkan untuk segala kebutuhan yang saya pikir "duh perlu ke supermarket nih buat beli ini itu", tapi saya tidak mengendorkan diri, selama apa yang bisa saya beli dari rumah, saya beli dari rumah. Ingin banget terkadang menggunakan alasan kayak beli handbody lah tissue lah jajan lah, sebagai alasan buat keluar rumah, tapi saya mencoba menggunakan kesempatan ini untuk melatih diri saya. Melatih apa?

  1. Taat
    Pertama saat covid ini masuk ke Indonesia, saya berpikir, saya mungkin tidak bisa berdonasi banyak, saya juga bukan tenaga medis yang bisa bekerja digarda depan, tapi satu hal yang bisa saya upayakan untuk membantu pemerintah, yaitu taat. Apakah mudah untuk taat? Jika kita lihat apa yang telah terjadi di Indonesia secara umum, kita bisa menilai bahwa masyarakat sulit untuk taat. Secara psikologis, setiap perilaku yang dihasilkan oleh manusia adalah produk latihan. Apa yang anda perbuat hari ini adalah hasil dari "latihan" anda 1 bulan lalu, 1 tahun lalu, 20 tahun lalu, dan apa yang anda latihkan pada diri anda hari ini akan menjadi kebiasaan anda, dikemudian hari. Jika setiap ada masalah anda memutuskan untuk panik, maka kelak kalau ada masalah lagi reflek pertama yang anda hasilkan adalah panik. Tapi jika ada kesulitan hari ini dan anda mencoba untuk tenang, kelak jika ada kesulitan lagi maka respon pertama adalah tenang.
    Sama seperti itu, jika anda hari ini tidak sulit untuk taat di rumah saja, berarti anda sudah terbiasa untuk taat. Tapi jika anda tidak terbiasa taat, bisa jadi saat hari pertama KLB respon anda tidak langsung taat, tapi acuh. Bagi saya pribadi taat sebenarnya bukanlah bagian yang sulit, karena sejak kecil ketika ada aturan dari otoritas, saya dilatih untuk taat, bukan memberontak. Maka sejak hari pertama KLB meski baru ada 2 kasus di Solo, saya langsung berespon taat. Tapi bukan berarti mudah dan selalu lancar, untuk berdiam dirumah selama 60 hari penuh saya akui butuh ketegasan pada diri sendiri. Tapi jika pada aturan kali ini saya tidak memutuskan untuk taat, maka besok ketika ada peraturan yang lebih ketat lagi, akan semakin sulit bagi saya untuk taat. Jadi ketaatan yang saya hasilkan hari ini adalah produksi dari latihan "mata pelajaran ketaatan" sepanjang hidup saya ditahun-tahun yang sebelumnya, dan keputusan saya untuk tetap taat pada hari ini akan menghasilkan ketaatan pula di kemudian hari.
    Selain hasil dari latihan, juga memerlukan kasih karunia Allah untuk taat. Tanpa kasih karunia Allah, manusia berdosa tidak mungkin mampu taat. Jika anda ingin belajar mengenai ketaatan maka, taatlah mulai sekarang, hari ini, detik ini, dan mintalah kasih Allah supaya anda dimampukan untuk taat.

  2. Tidak tunduk pada keinginan
    Mungkin bagi sebagian orang ada yang memang perlu berbelanja kepasar, ada yang memang perlu belanja ke supermarket, tidak masalah. Tapi dalam kasus saya, saya tidak perlu, hanya ingin. Saya sebenarnya nggak perlu-perlu banget dan itu hanya excuse keinginan daging saya yang udah berteriak ingin melihat dunia luar. Saya memutusukan untuk tidak mau menuruti keinginan itu kali ini. Ada kalanya saya menuruti keinginan-keinginan saya, tapi kali ini saya ingin menggunakan kesempatan ini sebagai latihan, untuk mengatakan tidak pada keinginan saya. Mudah? tidak. Mengomel? iya. Menggerutu? pasti. Emosi? Wuhhhhh pergolakan batin.

  3. Mengatur emosi
    Saya juga menggunakan waktu ini untuk melatih saya mengatur emosi. Semakin lama dirumah, semakin emosi. Apakah dengan gitu saya jadi melonggarkan diri? "Okelah udah 2 bulan saatnya keluar...". Oh tidak, saya tidak mau kalah dengan diri saya sendiri hehe. Justru karena semakin lama semakin emosi itulah berarti saya harus bisa mengatur emosi. Mempertahankan kesehatan jiwa meski terus berada di rumah. Meski yang diliat cuma itu-itu aja, meski gatau diluar sana ada apa, meski mata sepet hampir tiap hari liat layar laptop dan hp doang, meski udah eneg dengan semua yang berbau-bau online. Mengatur emosi supaya tidak kres dengan orang rumah, mengatur emosi supaya tidak marah dengan keadaan, mengatur emosi supaya tidak boros impulsive buying shopping online karena muak dirumah aja.
    Jauh sebelum covid merajalela di Indonesia, di negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu terkena covid ternyata di dapati kasus KDRT meningkat pada masa covid ini, mengapa bisa? Ada satu, dua dan banyak alasan, namun alasan yang paling dominan adalah karena krisis psikologis. Demikian juga bisa terjadi pada kita jika kita tidak pandai-pandai menjaga kesehatan mental kita pada masa ini. Mungkin kalian yang ekstrovert berkata "saya biasanya biar nggak stres harus ketemu temen-temen", "saya cara mengatasi stresnya harus keluar rumah, jalan-jalan ke mall, travelling dsb". Well, we are not a child anymore, pakailah segala cara untuk bisa menjaga kestabilan emosi anda, manfaatkan segala teknologi, fasilitas, dan juga alam yang telah Tuhan berikan, pakailah segala cara sekreatif mungkin. Pastikan diri anda sehat secara mental, jasmani dan juga rohani, karena hanya dengan demikianlah kita mampu terus berjalan pada situasi ini.

Terlebih dari itu saya memilih untuk di rumah aja guna menghargai rekan-rekan yang sudah berjuang habis di garda depan. Mereka yang bahkan galau harus tidur dirumah atau tidak, takut kalau pulang rumah bawa virus. Saya yang punya privilege menghabiskan 24 jam di rumah bersama keluarga harusnya seneng, bukannya kebanyakan protes. Kebosanan saya, tidak ada apa-apanya dibandingkan sulitnya perjuangan mereka.

Buat kalian yang sudah sangat memperketat diri bertahan buat dirumah aja, you did a good job, saya tahu itu juga bukan perjuangan yang mudah, namun bertahanlah, jangan kendor jangan lengah, tunggu sampai semuanya benar-benar selesai. Bagi kalian yang harus banget keluar untuk bekerja, meski tak mudah, taatilah semua prosedur pencegahan. Mari kita menjadi pribadi yang resilien dalam kondisi yang sulit ini, dan teruslah berpengharapan. 



Hal-hal tidak baik yang terjadi dalam hidupmu adikku, yang diluar kontrolmu, pasti dalam kontrol Allah, dan tentu mendatangkan kebaikan bagimu. Saat ini mungkin belum kelihatan, tapi saat nanti pasti akan terlihat. Mari bersyukur untuk keadaan yang kelihatannya tidak baik ini. 
 -GSH


Jangan sampai kita rugi, sudah susah dan tidak berlatih apa-apa.
I believe that there will be a day that this period is over and we will be more grateful than before. Lets learn something and make ourselves be a better person.

For further information about "resiliensi (bertahan dalam kesulitan)" please check my older post "Resilience: a bouncing back theory"


Stay sane! See you on the next page.
Best regards, Grace.

Comments

Popular Posts