Merayakan Kesedihan




Ketika bersuka, manusia tertawa. Ketika berduka manusia menangis. Keduanya adalah ekspresi dari sebuah perasaan. Jika demikan apakah air mata lebih buruk daripada tawa?


"Jangan menangis" sebuah kalimat larangan yang saya yakin kita semua pernah mendengarnya. Bahkan bisa jadi itu adalah kalimat larangan yang pertama kali kita dengar setelah kita lahir. Hingga kita dewasa, saat sedihpun sahabat kita sering kali berkata "udah ga usah nangis". Terus gimana?? Sedih gaboleh nangis, terus harus ketawa gitu?? Pernahkah kalian berpikir, melarang orang yang lagi sedih buat nangis itu sama kejamnya dengan melarang orang yang lagi hepi buat ketawa. Mungkin dahulu kala, maksud orang tua mengingatkan anaknya "jangan menangis" adalah biar anaknya ga tumbuh jadi anak cengeng gitu, okay in that case, that's acceptable sih. Gabaik juga kalo dikit-dikit nangis. Sebenarnya menangis bukan satu-satunya cara buat merayakan kesedihan. Ada orang yang bersedih dengan cara main musik, atau mungkin membuat lagu bahkan, ada yang dengan menulis dan lain sebagainya, namun cara paling umum yang kita kenal memang dengan menangis. 

Di dalam perasaan duka sendiri ada berbagai macam sikap hati yang mungkin kita rasakan. Ada yang tidak mau menerima kenyataan, ada yang marah, dan lain sebagainya. Seringkali orang mengaggap perasaan-perasaan itu tidak benar sehingga cenderung mengabaikannya. Padahal itu justru merupakan proses menuju penerimaan. Tidak ada orang yang hari ini berduka lalu besok langsung bisa menerima kenyataan. Penerimaan adalah sebuah proses, bukan sebuah event. Kita juga perlu memberi ruang bagi perasaan duka. Meberi waktu untuk bersedih dan menikmati kesedihan. Tentunya sesedih apapun kita, hidup ini memang harus terus berjalan. Namun perlu untuk menyempatkan diri menikmati perasaan duka tersebut. Jika berduka karena kehilangan seseorang yang kita kasihi, beri waktu seminggu dua minggu khusus untuk bersedih. Jika karena pustus pacar, sah-sah aja menangis dua tiga hari. Dan setelah itu kita bisa terus menikmati duka sembari kembali pada aktivitas kita seperti biasa. Yang salah adalah ketika terus menerus membiarkan diri kita berlarut-larut dalam kesedihan hingga tidak bisa melanjutkan kehidupan. Yang salah juga adalah ketika rasa sedih itu menguasai kita sehingga kita tidak bisa lagi merasakan emosi atau perasaan yang lain. Kitalah yang seharusnya memegang kendali atas perasaan kita, jangan kebalik. Maka dari itu perlu untuk memberikan batasan waktu yang masuk akal, hingga kapan saya akan merayakan kesedihan tersebut.

Kubler Ross mengemukakan sebuah teori yang terkenal tentang penerimaan. Ross, dalam bukunya On Grief and Grieving mengatakan bahwa sebelum mencapai tahap penerimaan, seseorang akan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:
  1. Denial (penolakan)
    "This can't be happening to me".
    Bersembunyi dari kenyataan, menolak yang sebenarnya terjadi.
  2. Anger (kemarahan)
    "Why is this happening? Who is to blame?"
    Bentuk dari kesedihan juga bisa berupa kemarahan. Nah wujud dari kemaran ini bisa ditujukan pada berbagai macam hal. Bisa pada objek benda mati, menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain, ataupun marah pada diri sendiri. Merasa bersalah dan jadi menyalahkan diri sendiri. Bisa juga bentuknya jadi marah pada Tuhan. Kecewa pada Tuhan, dan setiap hari bertanya "why?" pada Tuhan. Bertanya "Where is God?", kadang rasanya Tuhan tidak ada, pergi menghilang begitu saja.
  3. Bargaining (tawar-menawar)
    "Make this not happen, and in return I will..."
    "If only I were more careful..."
    "If just I had tried to be a better person toward her..."
    "If just I spared more time with him..."
    Rasanya jika kita bisa menawar, kita bisa dijauhkan dari peristiwa buruk tersebut. Rasa bersalah juga bisa turut ada dalam tahap ini.
  4. Depression (depresi)
    "I am too sad to do anything"
    Depresi dalam hal ini bukan lah "episode depresif" yang yang berkaitan dengan sakit jiwa. Depresi disini adalah sebagai tahap (berarti sementara) yang dialami seseorang ketika sedang mengalami peristiwa yang menyedihkan. Di tahap ini seseorang mulai mengetahui kenyataan yang terjadi, dan responnya adalah ingin menyendiri dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis. Kadang juga bisa orang tersebut merasa bahwa situasi buruk ini will last forever gitu, ga nampak ujungnya.
  5. Acceptance (menerima kenyataan)
    Hingga akhirnya mencapai tahap ini. Banyak disalah artikan bahwa menerima berarti being "ok" with the situation. Salah besar. Menerima berarti sadar bahwa situasi ini memang menyedihkan, dan bukan merupakan situasi yang baik-baik saja.
    "I'm at peace with what happened"
    Menerima berarti we learn to live with it. Kita menerima situasi yang tidak oke tersebut dan hidup berdampingan dengan kesulitan tersebut.
Itu semua merupakan tahap, sangat wajar dialami, tidak perlu dihindari. Bahkan itu dikatakan sebagai healing process. Tidak ada satupun manusia yang hari ini berduka lalu besoknya langsung menerima kenyatan. Tahap ini tidak harus urut, dan tidak harus dialami semuanya. Tiap individu berbeda-beda. Waktu yang diperlukan seseorang dalam masa dukanya juga berbeda-beda. Demikian juga cara berdukanya. Menangis adalah hal yang sangat normal. Tidak ada teori yang mengatakan bahwa menangis berarti lemah, justru menangis adalah proses untuk menuju sebuah penerimaan. Namun menangis juga bukan merupakan satu-satunya cara untuk mengekspresikan kesedian. Sebagian orang yang berduka secara internal, mereka tidak mengangis.

Pengalaman saya sendiri (I lost my dad, exactly 5 monts ago), saya tidak mengalami semua tahap. Tahap yang paling dominan yang saya alami adalah denial. Saya juga jarang menangis bahkan bisa dikatakan hampir tidak pernah. Menulis adalah salah satu cara saya meluapkan kesedihan. Mungkin kesannya berduka dengan menulis nampak lebih baik daripada menangis, haha, tapi saya tidak memandangnya demikian. Terkadang saya iri dengan orang yang mudah menangis, tapi nampaknya saya tidak terlahir demikian hehe. Dari dulu anaknya emang susah nangis kalau sedih, apalagi nangis didepan banyak orang, waw, tidak mungkin terjadi. Dannnn saya tidak menahan diri buat ga nangis yaaa, emang ga nangis aja gitu emang gini anaknya. Saya itu nangisnya kalo kecapek an, bukan kalo sedih hehe.



Fakta tentang grief and grieving:
  1. Menghindari tahap-tahap tersebut dan being ok, tidak membuat "masa duka" terselesaikan lebih cepat.
  2. Tidak ada teori yang mengatakan "be strong" atau "kamu harus kuat" ketika seseorang mengalami dukacita atau kejadian buruk.
  3. Tidak mengangis bukan berarti tidak berduka, orang yang tidak menangis bisa merasakan duka yang sama dengan mereka yang menangis, bahkan mungkin mereka berduka lebih mendalam, hanya saja mereka experience their grief more internally.
  4. Setiap orang berduka dengan cara yang unik, jadi kita tidak bisa menyalahkan orang lain "kok kamu sedihnya begini harusnya tidak boleh begitu".
 "Remember, grieving is a personal process that has no time limit, nor one 'right' way to do it."
-Axelord, J.


How to deal with grief
  1. Langkah pertama bukan menerima kenyataan, tetapi jujur dengan perasaan sendiri. Apa yang sebenarnya benar-benar saya rasakan. Acknowledge your pain.
  2. Memahami bahwa tiap orang berduka dengan pengalaman yang berbeda, jadi anda juga akan berduka dengan unik (beda dari orang lain).
  3. Mencari support dari luar.
  4. Meskipun kita bisa meminta bantuan dari luar tapi jika kita sendiri tidak mau berjuang, maka semua akan sia-sia. Tidak ada seorangpun yang bisa mengeluarkan anda dari "dukacita" itu kecuali diri anda sendiri, orang lain hanya bisa memberi dukungan.
  5. Healing process akan mulai berjalan justru ketika anda merasa tidak baik-baik saja.

Tulisan ini ditulis bukan supaya orang mencari-cari rasa duka, tetapi saya berharap para pembaca yang sedang berduka (which is because of my dad or another reason) bisa mengidentifikasi dan mengenali perasaan dukanya.



Seperti halnya kebahagiaan, kesedihan juga layak untuk dirayakan.
Seperti halnya sukacita, dukacita juga layak untuk dinikmati.
Sudahkah kesedihanmu dirayakan? 

Dari saya, yang telah merayakan kesedian
Regards, Grace

Comments

  1. Bagus sekali tulisanmu, Grace. Terus dikembangkan ya. Tuhan terus menopang

    ReplyDelete
  2. Ayok terus menulis, GracešŸ‘luapkan apa yg Grace pikir dan rasašŸ™‹Pap pasti bangga punya putri sehebat kamušŸ˜

    ReplyDelete
  3. Thank you for your sharing. Sangat membangun. Dan baik utk dibagikan ke lebih banyak orang. (Saya izin untuk membagikannya. šŸ™) Maturnuwun.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts