Surat untuk Papi II: Dad Where Are You?



I woke up and realized that you weren't here anymore. It was the most bitter feeling I've ever felt. It's worse than broken heart, it's worse than accepting a paper full with red mark from teacher. Dad, where are you?



Ingatkah saat terakhir kali kita bertukar kata? 
Siang itu, saat aku bermain piano dan kau menanyakan "Uangnya bulan ini mau dibawa apa ditransfer?" 
Iya siang itu, saat kau belum pergi untuk dirawat.

Ingatkah terakhir kali kita bertukar pandang?
 Malam itu, saat semua orang telah berkumpul, dan aku baru datang dengan tidak tahu apa-apa, aku hanya berani melihatmu dari jarak dua langkah. 
Aku datang saat kau sedang kesakitan karna diberi obat oleh suster, namun kau sempat memandangku, di hari itu, hari pertama kau dirawat. 

6 Juni 2019, di hari itulah kami terakhir berkomunikasi. 
Selama 8 hari 7 malam, menggunakan hakku sebagai anak-Nya untuk meminta. Meminta meminta dan meminta. Merendahkan diri, bertekuk lutut dihadapan-Nya ditengah kondisi kakiku yang sebenarnya tidak memungkinkan. Hingga aku harus menerima kenyataan, kenyataan yang berlawanan dengan kehendakku.

Kau pergi untuk berobat, aku hanya mengantarkanmu hingga depan pagar rumah, dan aku tidak pernah tahu bahwa itu adalah perpisahan. Aku tidak pernah tahu, hingga akhirnya aku dipaksa untuk tahu.

13 July 2019

Setelah sebulan dan masih tidak bisa mengerti. Kenangan-kenangan itu masih muncul begitu jelas. Rasanya kemarin aku masih bisa memelukmu dan memijat punggungmu. Rasanya kemarin aku masih membuatkan teh untukmu dan mendengar pujian "Enak kak, tehmu". Ketika aku bermain piano sebentar dan kau berkata "Ayo kak main lagi, kok berhenti". Ketika aku bangun tidur, duduk di sofa dan kau menyapa "Cantik sekali anaknya papi" (padahal jelas-jelas buluk masi pake piama). Kepergianmu begitu cepat, rasanya itu tidak nyata, dan tidak mungkin nyata!

Dari 1000 pertanyaan yang ingin kuajukan ke Tuhan ada satu pertanyaan yang paling ingin kutanyakan. "Tuhan, papi telah memberikan semuanya yang terbaik untukku, tapi mengapa Engkau tidak memberikanku kesempatan untuk merawatnya di masa tua?". Mengapa? Mengapa? dan mengapa. Mengapa saya masih tidak mengerti? Disini saya menyadari betul bahwa Allah itu benar-benar Allah yang tidak terbatas, dan saya manusia yang terbatas. Ada waktu dimana Tuhan izinkan saya untuk tidak mengerti, supaya saya tunduk dan percaya. Suatu saat pasti akan ada waktu dimana Tuhan membuat saya mengerti, dan keterbatasan saya tidak akan membatasi pengertian tersebut. Untuk saat ini, mari belajar tunduk dan percaya. Tunduk untuk tetap hidup pada kenyataan situasi yang tidak menyenangkan, dan percaya bahwa situasi yang kelihatannya tidak menyenangkan ini akan mendatangkan kebaikan. Terpujilah nama-Nya!

How's my life?

Saya tahu, dan saya benar-benar tahu bahwa papi sudah tinggal di rumah Bapa dan menikmati komunikasi langsung dengan-Nya. Dan itu adalah hal yang paling dirindukan papi. Tapi sering kali dengan pura-pura bodoh saya bertanya, "Mam, papi dimana?". Lucunya mami selalu menanggapi "Papi di Papua, lama, kehabisan tiket." wkwk. Sejak papi sakit, mami tidak pernah menyuapiku dengan berbagai macam nasihat, mami tidak pernah sekalipun berkata "kak, kakak harus kuat", sebaliknya mami mengijinkanku untuk mengungkapkan semua perasaanku, semua kesedihanku, kemarahanku, dan segala bentuk emosi yang kurasakan. Terkadang saya juga meminta pada Tuhan, "Tuhan, tidak bisakah Kau membuat papi ada lagi, entah bagaimana caranya". Meskipun saya tahu itu tidak bisa hehe. Yang jelas saya tidak pernah memaksakan diri untuk bisa bertahan atau untuk menjadi "kuat". Tapi sangat bersyukur jika Tuhan sendirilah yang menata perasaan saya sedemikian rupa. Melihat mami memeluk banyak orang dan menyediakan bahu untuk menjadi tempat menangis bagi banyak orang secara otomatis juga membuat saya berperilaku demikian.

Saya Tidak Berduka Sendirian

Hari pertama ketika papi dirawat, Agni meminta kami bertiga untuk menginap di RS. Jujur, saya takut, pasti akan menegangkan jika hanya kami bertiga disana. Tetapi ketakutan itu tidak terbukti. Sejak hari pertama RS sudah ramai, malam itu banyak orang yang berdoa dan berjaga, hingga hari ke-8 saya tidak pernah sendirian. Saya tidak pernah kesepian, saya tidak pernah kelaparan. Saya seperti hidup di taman bunga. Melihat teman-teman yang berdoa 24jam bergantian non stop, membuat saya belajar, apakah saya juga punya hati melayani seperti mereka?


Kepada om, tante, kakak-kakak dan teman-teman semua yang bahkan mungkin tidak saya kenal, yang telah turut berdoa dan mendukung papi dalam segala bentuk dukungan, saya mengucapkan terima kasih. Dan khususnya kepada semua yang telah menemani kami selama 8 hari 7 malam, yang telah menyediakan makanan, pijet, yang telah turut mengobati kaki saya๐Ÿ˜Š, saya ucapkan terimakasih. Ditengah hati yang sangat berduka, teman-teman masih mau untuk melayani ratusan tamu, saya tahu itu adalah hal yang tidak mudah. Saya bersyukur bahwa, hingga saat ini saya tidak dibiarkan sendirian. Beberapa orang berkata "terimakasih ya kak, sudah mau berbagi pap denganku". Pap menjadi bapak bagi banyak orang, tetapi kasih dan perhatiannya untuk saya tidaklah kurang, dan bahkan saya bersyukur karena sekarang saya mempunyai banyak kakak dan teman-teman.
Terimakasih teman-teman semua, saya tidak dibiarkan berduka sendirian. Terimakasih karena telah menghapus airmataku, sebelum menetes. ๐Ÿ˜Š

We're gonna see Jesus too, someday


Papi, engkau benar-benar menjadi biji gandum yang mati, dan lihatlah kau telah menghasilkan sangat banyak buah. Aku bersyukur karena warisan yang kau beri adalah kekal, dan tidak fana seperti harta.

dari putrimu, yang kau kasihi dengan sungguh
(yang suka minta uang jajan tambahan dan minta dikirim pulsa malam-malam hehehe)



Comments

  1. Hi, im a friend of your Dad from Hong Kong, may i ask what uappened to your Dad?

    ReplyDelete
  2. Nice letter, Grace๐Ÿ‘ I'm waiting for your next letter to Pap๐Ÿ˜‡ It will bless us

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. That's right Grace... You are not alone.

    Love u my little sister

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts