Resilience: a bouncing back theory


Apakah ada yang pernah mendengar kata resiliensi? Dalam kamus bahasa inggris "resilience" artinya adalah daya kenyal.
  • Resiliensi adalah sebuah kemampuan seseorang untuk bertahan bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit (Revich & Shatter, 2002). 
  • Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup, karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan atau sebuah masalah dan tidak ada seorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan (Grotberg, 1995).
Jadi yang dimaksud dengan daya kenyal dikamus tersebut adalah daya lentur, jadi maksudnya resiliensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri pada situasi yang sulit. Jadi kalau diumpakan kita ini adalah sebuah per.


Per ini jika ditekan maka kan turun ke bawah, atau jika di senggol ke kanan atau kiri maka dia juga akan mengikut, nah seberapa cepat per itu kembali ke bentuk semualanya itu adalah resiliensi. Jadi orang dikatakan semakin resilien jika ia dapat tekanan jatuh lalu bangkit dapat tekanan lagi bangkit lagi (bouncing back).



Aspek-aspek Resiliensi

Menurut Reveich dan Shatte (2002) mengatakan ada tujuh aspek yang mempengaruhi resiliensi:
a.       Emotion Regulation
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk dapat mengatur dunia kita untuk tetap tenang di dalam tekanan. Resiliensi seseorang dapat digunakan untuk membantu individu tersebut mengontrol emosi, atensi, dan perilakunya. Dengan kata lain regulasi emosi ialah kemampuan untuk tetap tenang sehingga tetap dapat tenang meskipun berada di bawah tekanan.
b.      Impulse control
Impulse control adalah kemampuan untuk dapat mengontrol keinginan, dorongan dan kesukaan pada kenyataan di bawah tekanan dan juga kemampuan untuk menunda kepuasan (gratification). Impulse control ada hubungannya dengan regulasi emosi.
c.       Causal analysis
Casual analysis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dengan akurat penyebab dari adversity (kesulitan) atau mengidentifikasi apa sebenarnya penyebab dari permasalahan individu.
d.      Self-efficacy
Self-efficacy menggambarkan keyakinan seseorang bahwa dirinya dapat memecahkan masalah yang dialaminya dan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai kesuksesan. Unsur dasar dalam resiliensi adalah yakin bahwa individu dapat bertanggung jawab terhadap pilihan dan keputusan yang telah dibuat oleh individu tersebut.
e.       Realistic Optimism
Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu yang optimis percaya bahwa sesuatu akan berubah supaya menjadi lebih baik. Sebuah  kepercayaan akan terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan diiringi segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut.
f.       Empathy
Empati adalah kemampuan untuk membaca petunjuk dari orang lain berkaitan dengan kondisi psikologi dan emosional orang tersebut. Tidak hanya mengetahui apa yang sedang orang lain alami atau rasakan saja melainkan bisa “menggunakan sepatu orang tersebut” atau bisa menempatkan dirinya pada posisi orang lain.
g.      Reaching out
Reaching out adalah kemampuan untuk meningkatkan aspek-aspek kehidupan yang positif dan mengambil tantangan baru dari kesempatan yang ada. Menunjukkan keberanian untuk melihat adanya masalah sebagai tantangan dan bukan sebagai ancaman. Perilaku reaching out ini dapat dihambat oleh keadaan yang memalukan, perfectionism, dan self-handicapping.

Grotberg (1995) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang membentuk resiliensi:
a. I Have
I have merupakan dukungan eksternal dan sumber dalam meningkatkan daya lentur. Sebelum individu menyadari akan siapa individu membutuhkan dukungan eksternal dan sumber daya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan keamanan yang meletakkan fondasi, yaitu inti untuk mengembangkan resiliensi.

b.      I Am

I am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor ini meliputi perasaan, sikap dan keyakinan dalam diri individu.

c.       I Can
I can adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain, memecahkan masalah dalam berbagai situasi kehidupan (akademis, pekerjaan, pribadi, dan sosial) dan mengatur tingkah laku serta mendapatkan bantuan ketika membutuhkan.

  Tokoh yang paling sering dipakai teorinya adalah Reivich dan Shatte, tapi sayangnya bukunya masih susah banget dicari di Indonesia.

 
This is my book, my dad got this book abroad from amazon.com


Di Indonesia sendiri belum begitu banyak yang meneliti mengenai Resiliensi, dan bahkan dari mahasiswa psikologi sendiri banyak yang belum familiar dengan teori Resiliensi. So it will be a very good topic if you want to do a research about this theory.

If you want to know more about Resilience, please leave the comment bellow, because I used this theory for my skripsi hehe.

Hope you find this post helpful, see you on the next page!
Regards, Grace ♥️

Source:

Grotberg, E. (1995). A guide to promoting resilience children: strengthening the human spirit. Early Childhood Development: Practice and Reflection No 8, 1-8

Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience factor. New York: Three Rivers Press.
 

 

 

Comments

Post a Comment

Popular Posts